Pengaduan Konsumen
Perlindungan
konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan
terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan
tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa
hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa
serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan
sebagainya.
Contoh Kasus
Terhitung
Kamis (31/1/2013) pukul 00.00 WIB, Salah satu perusahaan transportasi penerbangan Indonesia berhenti
melayani penumpang. Penghentian layanan transportasi udara ini dilakukan,
karena Keputusan Pengadilan Niaga Jakarta memutuskan perusahaan transportasi
penerbangan tersebut pailit. Keputusan ini dibuat menyusul permohonan
pailit gugatan pailit dari perusahaan sewa pesawat International Lease
Finance Corporation (ILFC). Perusaan ini menyatakan bahwa perusahaan tersebut
lalai membayar uang sewa pesawat.
Akibat
dari keputusan ini, para penumpang yang sudah terlanjur membeli tiket untuk
keberangkatan sejak Kamis menjadi terlantar. Mereka yang sudah terlanjur siap
di bandara menjadi bingung karena meja layanan penerbangan tidak beroperasi lagi. Penumpang yang memegang
tiket untuk hari-hari berikutnya juga cemas atas nasib tiket yang sudah
telanjur dibayar.
Analisi:
Dari kasus tersebut para penumpang yang tidak
mengetahui bahwa transportasi penerbangan tersebut mengalami pailit, yang
menyebabkan baik penumpang yang akan berangkat ataupun yang sudah membeli tiket
sebelumnya mengalami kerugian baik
materi, waktu dan kerugian lainya. Adapun hal yang perlu dilakukan dalam menghadapi dan menangani masalah
seperti ini adalah :
- Mengurus Sendiri
Dalam
Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) no 8/1999, konsumen memiliki
hak untuk hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya.
Ganti
rugi di sini tidak hanya mendapatkan kembali uang pengembalian tiket, tetapi
juga kompensasi atas kerugian yang timbul akibat gagalnya penyediaan alat
transportasi itu. Misalnya untuk mengurus pengembalian tiket itu konsumen harus
mengeluarkan ongkos transportasi dan pembelian pulsa. Ini juga dapat diklaim
dalam tuntutan.
- Mengadu ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
UUPK membentuk sebuah badan arbitrase yang disebut Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Badan ini terdiri dari unsur konsumen,
pelaku usaha dan pemerintah.
Kasus yang diadukan oleh konsumen akan diputuskan oleh BPSK
berdasarkan bukti-bukti yang ada. Keputusan yang dikeluarkan oleh BPSK ini
bersifat final. Artinya tidak ada mekanisme banding jika ada pihak yang tidak
puas atas keputusan tersebut.
- Mengadu ke Lembaga Konsumen
UU
Perlindungan Konsumen juga mengakui peran lembaga konsumen swadaya masyarakat
dalam memperjuangkan hak-hak konsumen.
Jumlah lembaga konsumen di Indonesia masih sedikit. Hampir
semuanya hanya ada di kota. Lembaga Konsumen yang sudah terkenal adalah YLKI. Tatacara pengaduan di lembaga konsumen adalah:
1. Mengisi formulir
pengaduan yang berisi identitas pengadu, kronologi pengaduan dan tuntutan konsumen.
2. Menyerahkan
fotokopi identitas.
3. Membuat surat
kuasa.
4. Menyerahkan
barang bukti.
Setelah
menerima pengaduan, lembaga konsumen akan mempelajari kasusnya setelah itu
menghubungi pelaku usaha untuk menyampaikan pengaduan konsumen. Kasus ini juga
dilaporkan kepada instansi terkait sebagai tembusan. Misalnya dalam kasus
diatas ini, instansi terkaitnya adalah Departemen Perhubungan.
Apabila pelaku usaha memberikan tanggapannya, maka lembaga
konsumen meneruskannya kepada konsumen. Biasanya pelaku usaha memberikan
klarifikasi, meminta maaf dan bersedia memberikan ganti rugi kepada konsumen.
Jika konsumen puas dengan tanggapan pelaku usaha, maka proses dinyatakan
selesai.
Akan tetapi jika terjadi kebuntuan alias alias deadlock, maka
kasus berlanjut ke proses pengadilan atau litigasi. Dalam hal ini, lembaga
konsumen tidak lagi sebagai mediator yang berada di tengah-tengah, tetapi
bertindak sebagai pembela konsumen. Dalam pengalaman, banyak kasus bisa selesai
dalam proses mediasi.
- Gugatan Kelompok
Pilihan berikutnya adalah gugatan kelompok atau class action. Jika
ada banyak konsumen mengalami kerugian yang sama, maka dimungkinkan adanya
gugatan kelompok. Gugatan dilakukan oleh salah satu konsumen saja,
mengatasnamakan kelompok konsumen, namun keputusan hakim yang dijatuhkan
berlaku untuk semua konsumen yang mengalami situasi yang sama. Misalnya, ada
penumpang penerbangan tersebut bernama pak Joko mengajukan gugatan class action. Jika
hakim menjatuhkan putusan agar tergugat membayar ganti rugi sejumlah tertentu
kepada pak Joko, maka konsumen lain yang mengalami nasib serupa (walau tidak
ikut menggugat) dapat memperolah ganti rugi yang sama. Yang dibutuhkan hanyalah
bukti transaksi.
Dari contoh kasus tersebut maka kita sebagai konsumen harus lebih bijak
dan mengetahui serta memilih produk atau jasa yang akan kita gunakan sehingga
kasus yang sama seperti ini tidak kita alami
ataupun dialami kembali yang akan datang.
Sumber :